BERASTAGI, SKR.COM – Hamparan pohon jeruk berusia puluhan tahun tersebar di sejumlah kawasan Berastagi dan sekitarnya di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.
Buah yang menguning menjadi ciri khas jeruk di Kabupaten Karo yang tumbuh dengan baik pada ketinggian 600 hingga 1300 meter diatas permukaan laut.
Di kabupaten dengan bentang lahan berombak dan berbukit, kegiatan agribisnis sangat terlihat jelas karena nyaris tidak ada lahan kosong terlantar.
Daerah dengan hamparan tanah vulkanik itu semua diolah masyarakat untuk dijadikan kebun berbagai komoditas dari sayuran hingga hortikultura.
“Jeruk disini merupakan salah satu tanaman unggulan kami,” ujar Bergiat Barus, salah seorang petani jeruk di Desa Paribu, Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumatera Utara.
Studi banding melihat langsung perkembangan agribisnis tanaman jeruk di Kabupaten Karo dilaksanakan mandiri dan diinisiasi Anggota DPR RI dapil Kalbar, Daniel Johan tersebut melibatkan sejumlah petani jeruk dari Kabupaten Sambas, didampingi Penyuluh Pertanian dan Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, Vivin Ervina. Selain itu, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalbar beserta Kepala Dinas, Hazairin juga ikut mendampingi 3 hari kunjungan dari 28-31 Juli 2016.
Daniel Johan, Politisi Partai Kebangkitan Bangsa yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI mengatakan jalan panjang Jeruk Sambas yang jatuh bangun diperlukan sentuhan terbaik dari berbagai sisi, baik itu menyangkut teknologi pengolahan lahan, pembibitan, dukungan swasta hingga kebijakan pemerintah sehingga Jeruk Sambas tidak lagi jatuh dan tetap berjaya menjadi salah satu komoditas unggulan di Kalbar.
“Di Berastagi ini ada jeruk yang usianya sampai 40 tahun, artinya tanaman ini bisa bertahan lama dan resepnya itu yang perlu dipelajari dan digali,” kata Daniel.
Menurut dia, Kabupaten Sambas sudah memiliki modal dasar yang kuat untuk komoditas jeruk karena selama ini tanaman tersebut sudah berhasil menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat.
“Modal utama kita adalah petaninya yang sudah menjadikan jeruk sebagai budaya, dan itu sudah terbukti beberapa kali jeruk kita terpuruk dan petani selalu semangat untuk menanam kembali,” ujar Daniel.
Memperbaiki Tanah
Kondisi jeruk di Kabupaten Karo sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di Kabupaten Sambas, tanaman meranggas hingga mati, produktivitas menurun, penggunaan bahan kimia berlebihan yang membuat tanah rentan dan tidak bisa menjadi media tumbu yang baik untuk tanaman jeruk. Namun petani tetap semangat, riset mandiri dilakukan, begitu juga dengan pemerintah daerah hingga kemudian timbul kesadaran kolektif bahwa tanah sebagai media tumbuh jeruk yang pada tahap awal harus diperbaiki.
“Dahulu kami juga menggunakan pupuk dan pestisida kimia dalam jumlah banyak, tapi sekarang sudah berkurang karena ternyata bahan kimia berlebihan berdampak jangka panjang terhadap tanah dan tanaman,” ujar Bergiat Barus memulai cerita kepada rombongan.
Dilahan miliknya kini tampak hamparan buah jeruk yang menguning dan siap panen dari pohon jeruk yang sudah berusia 22 tahun. Diantara jeruk ada tanaman kopi yang menurutnya disiapkan sebagai tanaman pengganti karena tanaman jeruk ketika itu semakin meranggas dan sudah ada yang benar-benar mati.
“Empat tahun produksi jeruk saya jauh merosot, pupuk kimia yang diberikan tidak lagi mampu menopang pertumbuhan tanaman sehingga saya biarkan saja, hanya tanaman kopi yang saya rawat,” ujarnya.
Namun sekitar sembilan bulan lalu, ada seorang penyuluh swadaya yang juga promotor dari salah satu perusahaan yang memproduksi bahan organik memintanya mencoba menggunakan bahan organik untuk menyehatkan kembali jeruknya seperti bakteri untuk sterilisasi tanah, kompos maupun pupuk kandang.
Standar aplikasi dan input yang digunakan disiapkan, tinggal menjalankan prosedur yang ada.
Semua bahan itu diaplikasikan pada tanaman yang sakit, tanaman yang kondisinya mati tidak hidup juga tidak.
“Sebulan pertama setelah aplikasi tidak nampak ada perubahan dan saya sempat kecewa kepada kawan saya itu, saya bilang tidak ada yang berubah dan kamu jangan datang lagi kesini,” ucapnya dengan logat Batak yang kental.
Namun perubahan mulai tampak pada bulan kedua, ranting yang sudah tidak ada daun mulai mengeluarkan tunas muda, bahkan ada yang langsung membawa bunga.
Dititik itu, Barus mulai yakin tanaman jeruknya bisa kembali sehat dan standar prosedur yang sudah disiapkan itu dia lanjutkan.
“Saya telepon lagi kawan saya itu, saya bilang sudah ada perubahan dan saya minta maaf, dia saya minta datang lagi ke lahan saya untuk melanjutkan aplikasi perbaikan tanah,” jelasnya.
Hingga akhirnya kata dia, pada pelaksanaan aplikasi selama sembilan bulan, tanaman sudah benar-benar sehat dan bisa berproduksi kembali seperti semula bahkan lebih subur lagi. Bahkan jika dahulu rumput yang tumbuh dilahan dimusnahkan dengan disemprot herbisida, sekarang sudah tidak lagi, cukup membersihkan tanah di sekitar piringan seluas tajuk pohon untuk aplikasi pemupukan dan menebas rumput lainnya menggunakan mesin tebas terutama ketika sudah mulai masuk masa panen.
“Tanaman yang sudah mau mati bisa bagus lagi, saya tak percaya awalnya, tapi saya sudah membuktikannya,” ucapnya.
Pengalaman serupa disampaikan Tarigan, penyuluh swakarsa yang sering dipercaya oleh warga beberapa kabupaten penghasil jeruk di Sumatera Utara untuk membenahi kebun jeruk yang rusak. Menurut dia, kalau terus pakai bahan kimia, umur jeruk tidak akan bertahan lama.
“Penggunaan bahan organik bisa membuat umur jeruk sampai puluhan tahun dengan produksi yang terus meningkat,” ujar Tarigan.
Dilahan seluas 10 hektar milik salah seorang pengusaha yang kini ditangani dia, ada jeruk yang usianya sudah puluhan tahun, tidak produktif lagi namun kini berhasil disehatkan. Menurutnya perlu perlakukan khusus per tanaman yang bermasalah hingga bisa sehat kembali.
“Yang pertama dilakukan adalah menyehatkan tanahnya, sebagian akar tanaman saya potong dengan cara menggemburkan tanahnya dan ditaburi pupuk kandang yang sudah di dekomposisi,” jelasnya.
Selain itu juga diberikan perlakukan menggunakan bakteri untuk mensterilkan tanah. Satu bulan kemudian baru bagian tanah disekitar pohon yang belum dipotong akarnya dibuat perlakukan yang sama. Untuk satu pohon, pupuk kandang terdekomposisi yang digunakan bisa mencapai 40 kilogram.
“Rumput sekarang juga sudah tidak pernah kami semprot pakai herbisida, cukup di tebas saja,” ucapnya.
Menurut dia untuk tanaman dibawah 10 tahun, produksi setahun bisa mencapai 70-80 kilogram dan tanaman yang diatas 15 tahun mencapai 150 kilogram per tahun.
Perlakukan tanah menggunakan bahan-bahan organik menurut dia merupakan hal terpenting untuk memperbaiki kerusakan tanaman jeruk meskipun masih tetap ada pemakaian pupuk kimia, namun jumlahnya sudah jauh lebih sedikit ketimbang sebelumnya. Untuk bibit menurut dia tidak ada perlakukan khusus, bisa diambil dari tanaman yang sehat dan produksinya bagus, tidak seperti di Kalbar yang memiliki tempat khusus untuk sumber bibit sehat seperti Blok Pondasi Mata Tempel (BPMT).
“Intinya perbaikan fisik, kimia dan biologi tanah, karena tanah adalah pondasi awal untuk pertumbuhan sehingga tanahlah yang pertama diperbaiki,” katanya.
Petani jadi Modal Utama
“Yang terpenting untuk pemecahan masalah adalah petani. Kalbar punya petani yang sudah menjadikan jeruk membudaya,” ujar Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalbar, Hazairin.
Menurut dia, ada beberapa periode perkembangan jeruk di Kalbar yang meskipun sempat terpuruk bisa bangkit kembali dan terjadi pengulangan kondisi. Artinya kata dia ada semangat yang sama dan tetap kuat untuk mengembalikan kejayaan jeruk di Kalbar, karena banyak manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.
“Ada beberapa periode perkembangan jeruk sambas, era awal tahun 50 an, kemudian mendekati era 70 an dengan kondisi akses pasar yang terisolasi, luasan jeruk bisa sampai 22 ribu hektar,” ujarnya.
Tata niaga menurutnya kemudian menjadi tidak balik merosotnya jeruk sambas dan sempat sampai dititik terendah luasan lahan produktif. Namun sekitar tahun 1998 dimulai kembali upaya menambah luasan untuk meningkatkan produksi dalam upaya mengembalikan kejayaan jeruk di Sambas. Kala itu dibuat kebijakan 10 ribu hektar dan tidak hanya di Kecamatan Tebas, tapi juga daerah lain di Sambas dengan harapan harga bisa bagus.
Upaya itu mendapat dukungan masyarakat yang juga bersemangat mengembangkan kembali jeruk, bahkan luasan lebih dari target, bisa sampai 12 ribu hektar. Masyarakat mengembangkan sendiri diluar bantuan pemerintah dan ketika itu sumber bibit menjadi tidak terkontrol, sementara sumber bibit yang menjadi penyebar penyakit belum musnah.
“Satu tanaman dari bibit yang sudah tertular penyakit bisa membuat tanaman lain yang sehat ikut tertular,” ujarnya.
Pada tahap ini kata dia, ilmu jeruk masih pada tahap tanamannya, mengupayakan bibit bebas penyakit sehingga dibuatlah Blok Pondasi Mata Tempel (BPMT) yang memastikan mata tempel bibit jeruk untuk okulasi diperoleh dari tanaman yang benar-benar sehat dan bebas penyakit.
Pemerintah kabupaten juga membuat pusat untuk riset tanaman dan pengendalian penyakit jeruk.
“98 persen masih seputar tanamannya, belum tanahnya,” kata dia.
Teknologi Pengolahan Tanah Terkini
Dari apa yang dilakukan petani di Kabupaten Karo dan sekitarnya, Hazairin yakin perbaikan kualitas tanah yang selama ini selalu diberi input bahan kimia anorganik menjadi hal yang penting sebagai langkah awal mengembalikan kejayaan jeruk di Kalimantan Barat.
“Sudah ada contoh ternyata pakai bahan organik sangat bagus untuk membuat jeruk tumbuh dengan baik dan bertahan lama,” tukasnya.
Teknologi organik atau pertanian berkelanjutan saat ini menurut dia sudah sangat tinggi dan perkembangannya juga sudah sangat bagus. Ada bakteri dengan teknologi terkini bisa dimuliakan dan digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah dan banyak teknologi organik yang bisa digunakan dengan memanfaatkan bahan organik disekitar.
“Pertanian berkelanjutan dengan hal penting dan jika kita ingin maju maka pakai teknologi yang terkini,” paparnya.
Sementara, petani jeruk sambas, Suaidi, Suriadi dan Sujono bersama Penyuluh Kecamatan Tebas, Suliati dan Abdul Gani terlihat bersemangat menggali ilmu dari petani jeruk di Tanah Karo.
Berbagai hal ditanyakan khususnya soal perbaikan kualitas tanah serta bahan organik yang digunakan sehingga tanah bisa menjadi tempat tumbuh yang baik untuk tanaman jeruk.
“Kami bersyukur bisa belajar langsung memperbaiki jeruk yang sudah rusak dan kemudian bisa berproduksi kembali seperti semula, tentu ilmu ini akan kami coba terapkan di Sambas,” ujar Suaidi. (*)