SINTANG, SKR.COM – Work from home (WFH) adalah bentuk imbauan pemerintah dalam rangka menghentikan penyebaran pandemi Covid-19. WFH ini diberlakukan hampir pada semua lembaga termasuk di dalamnya lembaga pendidikan. Bagi lembaga pendidikan, WFH ini berarti proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang biasanya dilakukan di ruang-ruang kelas secara langsung sekarang dihentikan sementara waktu dan digantikan dengan proses belajar mengajar menggunakan sistemonline/daring.
Siswa/siswi dan guru tetap melaksanakan KBM seperti biasanya, hanya saja dilakukan pada ruang ruang terpisah di rumah masing- masing. Sepintas lalu mungkin kita mengira pekerjaan ini gampang untuk dilakukan, dengan cukup punya fasilitasnya seperti HP dan kuota serta jaringan yang mendukung, maka kegiatan ini pasti mudah dan bisa dilakukan. Ops! Sepertinya dugaan itu keliru.
Setelah beberapa minggu melakukan KBM menggunakan sistem online, semua masalah dan kendala mulai bermunculan. Di antaranya tidak semua anak sama dalam hal kepemilikan fasilitas seperti HP, banyak di antara para siswa yang hanya memiliki HP, sebutlah HP biasa. Selain itu jika pun ada HP, keterbatasan kuota dan jaringan yang kurang mendukung juga menjadi kendala.
Kendala ini tidak hanya dirasakan oleh siswa saja, tetapi juga guru. Anggaplah KBM sistem online ini bisa dilakukan oleh guru-guru yang masih muda yang mahir dengan teknologi. Lalu bagaimana dengan guru yang masih meraba dalam penggunaan teknologi?
Ini tentu akan lebih sulit lagi. Dengan adanya kendala-kendala tersebut tentunya akan menghambat proses KBM, dan dapat diartikan belajar sistem daring yang dadakan belum efektif untuk dilakukan.
“Masih banyak kendala kendala lain yang muncul seperti pada saat sistem online digunakan. Materi yang disampaikan tidak sepenuhnya dipahami oleh siswa. Bahkan siswa kebingungan dalam menerima materi yang disampaikan guru. Walaupun KBM tersebut dilakukan menggunakan video call, tapi tetap saja tidak seefektif yang dibayangkan,” kata Lim Hie Soen, Anggota DPRD Sintang, kemarin.
Selain itu, menurut dia, tidak semua siswa hadir ketika KBM tersebut berlangsung, anggaplah disebabkan oleh jaringan yang tidak mendukung dan bisa juga karena siswa merasa bosan dengan sistem belajar yang tidak efektif.
“Belajar sistem online ini juga susah untuk mengontrol kehadiran anak-anak saat KBM, sehingga yang dapat mengikuti KBM adalah anak anak dengan fasilitas yang baik. Pada akhirnya pembelajaran tidak tersalurkan dengan baik,” ujarnya.
Dikatakannya, pemberian PR terhadap siswa selama libur juga tidak menjamin bahwa siswa/siswi akan belajar di rumah.
“Kebanyakan siswa beranggapan bahwa PR itu bisa dikerjakan nanti sehingga dibiarkan menumpuk sampai jadwal yang di tetap guru untuk dikumpulkan baru mereka tergesa-gesa untuk mengerjakannya. Dengan kendala-kendala tersebut tentu perlu solusi agar proses belajar mengajar tetap tersalurkan dengan baik, sekalipun harus dilakukan di rumah. Tapi sepertinya solusi terbaik adalah tetap berusaha sebaik mungkin dengan mengikuti tawaran belajar online serta mengikuti aturan dan keputusan sekolah masing-masing,” ungkapnya.
Ternyata, kata dia, dengan adanya wabah ini memberikan pelajaran untuk kita bahwa belajar di ruang kelas dengan guru secara langsung tidak dapat tergantikan oleh apapun.
“Karena menurut saya setidak efektif apapun KBM di ruang kelas tetap itu adalah yang terbaik, materi pelajaran dapat disampaikan dengan langsung, jika ada siswa yang tidak paham mereka bisa secara langsung bertanya kepada guru yang bersangkutan. Karena itu, sistem belajar online ini perlu dievaluasi kembali,” pungkasnya. (Ndi)