SINTANG, SKR.COM – Pada pelaksanaan Pekan Gawai Dayak Kabupaten Sintang Tahun 2019, Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang menggelar Seminar Adat di Aula CU Keling Kumang pada Rabu, 10 Juli 2019.
Menurut Sekretaris Panitia Pekan Gawai Dayak Kabupaten Sintang yang ke VIII Tahun 2019 Dr. Antonius, seminar diikuti oleh perwakilan masyarakat adat di 14 kecamatan, tokoh masyarakat dan mahasiswa.
Wakil Bupati Sintang Askiman menyampaikan bahwa Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang pengakuan dan perlindungan kelembagaan adat dan masyarakat hukum adat belum disosialisasikan dengan baik.
“aturan turunannya juga belum ada. Seperti peraturan bupati. Sebenarnya ada banyak aturan yang mengakui keberadaan masyarakat adat di Indonesia. Untuk bisa disebut masyarakat adat, kita harus memiliki wilayah adat, budaya, seni, dan hokum adat yang masih diakui. Masyarakat adat Dayak juga sudah di akui di PBB bahkan orang Dayak sudah ada perwakilan di PBB. Maka kita harus terus perkuat keberadaan masyarakat Dayak sebagai masyarakat adat. Saya juga melihat ada resolusi PBB yang memperbolehkan Borneo disebut pulau Dayak. Sehingga ke depannya kita bisa memperjuangkan adanya sebutan Provinsi Dayak Kalbar, Provinsi Dayak Kalteng dan seterusnya sehingga sama dengan sebutan Jawa Timur, Jawa Tengah dan sebagainya. Saya juga mau memperjuangkan agar hari pelaksanaan Gawai Dayak sebagai hari besar daerah” terang Askiman.
Petrus Junaidi Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sintang memaparkan materi tentang Revitalisasi Tanah dan Masyarakat Adat.
“Sintang ini memiliki luasan kawasan hutan 2. 163.500 hektar, luasan kawasan APL 893.100 hektar. Kami ada program revitalisasi hak atas tanah masyarakat termasuk masyarakat adat. Kami akan memberikan jaminan hukum atas tanah kepada masyarakat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Hingga sekarang sudah 27. 591 sertifikat sudah dibagikan kepada masyarakat. Program ini bertujuan untuk kemakmuran rakyat, menghormati hak pribadi dan mendukung kehidupan masyarakat” terang Petrus Junaidi.
Gana Suka salah satu peserta seminar mempertanyakan terjadinya kasus sertifikat ganda. “Itu pasti pengeluaran sertifikat dengan pola lama. Tetapi sejak BPN menggunakan teknologi canggih, kasus sertifikat tanah ganda sudah tidak ada. Sertifikat ganda ada karena terbitnya SKT. Kami mendorong setiap desa ada peta tanah juga” terang Petrus Junaidi.
Samsudin peserta seminar dari Ketungau Tengah mengeluhkan sertifikat yang belum jadi meskipun sudah membayar. Sementara Petrus Junaidi menjelaskan sudah melarang tim BPN di lapangan untuk memungut uang dari masyarakat untuk membuat sertifikat melalui program PTSL. “Untuk memproses sertifikat melalui PTSL, kami sudah ada anggarannya” terang Petrus Junaidi.
Niko Dimus Kepala UPT KPH Wilayah Sintang Timur salah satu narasumber menjelaskan bahwa untuk urus izin hutan adat di Sintang sudah bisa karena sudah ada Perda nya.
“di Sintang sudah ada dua hutan desa yakni di Desa Tanjung Andan Kecamatan Ambalau dan Desa Tanah Merah Kecamatan Kayan Hulu sudah ada ijin hak pengelolaan hutan desa” terang Niko Dimus.
Niko Dimus juga memaparkan alur skema pengajuan perhutanan sosial yang mana kalau syarat lengkap, 25 hari ijin bisa keluar. “silakan kepada masyarakat adat di Kabupaten Sintang untuk melengkapi persyaratan jika ingin mengajukan ijin perhutanan sosial” terang Niko Dimus.
Veronika Ancili Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian Kabupaten Sintang memaparkan materi tentang pengelolaan perkebunan dan pertanian yang berkelanjutan baik sosial maupun ekonomi dengan memperhatikan masa depan anak cucu kita.
“Sistem pertanian masyarakat kita masih menggunakan cara berdampak terhadap aspek lingkungan seperti penggunaan pupuk kimia yang tak terkendali. Sistem pertanian yang berkelanjutan memperhatikan tiga prinsip yakni berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial” terang Veronika Ancili
“saya mau mendorong masyarakat pedalaman untuk menerapkan sistem pertanian yang terpadu dan ramah lingkungan seperti peternakan babi dalam satu kawasan yang ada kebun sayur, buah dan tanaman lain” harap Veronika Ancili. (HUM)