Defisit APBN 2016 Meningkat, Rakyat Terbebani

JAKARTA-SKR: APBN 2016 bisa dibilang sudah di tahap mencekik leher rakyat. Mengapa? Selain memikul beban kredit utang, yang per 31 Agustus 2015 sudah mencapai lebih dari Rp3.000 triliun, kini, rakyat harus dibebani lagi dengan utang baru untuk menutup defisit APBN 2016 sebesar Rp330,9 triliun.

“Pertanyaannya defisit yang menjadi utang itu siapa yang tanggung? Tidak lain, tidak bukan, beban itu akan jatuh ke pundak rakyat. Dan dengan entengnya, Pemerintah Jokowi-Kalla menggeser beban itu ke rakyat yang sedang kesulitan oleh ekonomi nasional yang rapuh,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10/15).

Pemerintah Jokowi-Kalla mestinya lebih bijak untuk tidak memaksa rakyat membayar utang yang penggunaannya belum tentu untuk kesejahteraan mereka. Apalagi dalam postur APBN 2016 ini, sebagian besar anggaran belanja digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah.

“Lalu, kemana keberpihakan pemerintah Jokowi-Kalla yang gencar dengan slogan, kesejahteraan rakyat, kalau kebijakannya ujung-ujungnya mencekik rakyat,” tandas wakil rakyat dari dapil Jabar IV ini.

Baginya utang yang menumpuk itu akan terus menjadi ‘bom waktu’. Tidak saja karena menggerus cadangan devisa dan hasil ekspor, tapi juga karena utang ini memiliki tingkat suku bunga komersil dan berbentuk denominasi valuta asing yang akan jadi beban yang berlipat-lipat. Apalagi sebagian di antaranya dalam bentuk utang jangka panjang dengan tenor puluhan tahun.

Data terakhir yang berhasil dihimpun dalam APBN 2016 anggaran pendapatan mencapai Rp1.822,5 triliun yang berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp1.546,7 triliun dan bukan pajak sebesar Rp273,8 triliun.

Sementara anggaran belanja mencapai Rp2.095,6 triliun atau naik 6,9 persen dari APBN-P tahun 2015. Belanja itu terdiri atas: belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.325,6 triliun + anggaran transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp770,2 triliun.

Dengan postur seperti itu, maka APBN 2016 mengalami defisit sebesar Rp273,2 triliun atau sebesar 2,15 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu naik sebesar Rp50,7 triliun dibandingkan APBN-P tahun 2015.

“Alih-alih menurunkan atau menutup defisit, pemerintah Jokowi-Kalla malah tidak mampu menghadirkan postur APBN yang sehat. Yang dihadirkan justru APBN yang membuat rakyat makin sengsara,” demikian Heri. (iky/parlemen/skr)

Posting Terkait