SINTANG, SKR – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) akan dibahas lebih lanjut untuk menjadi undang-undang. Melalui RUU KIA, akan diatur bahwa cuti melahirkan paling sedikit enam bulan serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan. Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. Durasi waktu cuti melahirkan hanya tiga bulan. Sementara itu, dalam RUU KIA, cuti hamil berubah menjadi enam bulan dan masa waktu istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.
Menyikapi RUU tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Mainar Puspa Sari mengaku senang ada rencana membuat aturan tersebut. Ia juga menegaskan bahwa dirinya sangat setuju jika cuti melahirkan paling sedikit enam bulan. Karena proses persalinan dan pemulihan pasca lahir normal maupun operasi membutuhkan rentang waktu yang cukup lama. Ini penting buat stamina ibu agar siap ketika kembali bekerja. Kemudian, dari segi kesiapan mental ibu kembali bekerja di luar rumah tentunya lebih baik setelah enam bulan pasca persalinan.
Dikatakan Legislator Partai Demokrat ini, waktu enam bulan setelah melahirkan juga sangat penting bagi ibu untuk memberikan air susu ibu (ASI) ekslusif pada bayinya. Dengan cuti enam bulan, ibu bisa fokus memberikan ASI eksklusif pada bayi. Kalau harus bekerja, tentu pemberian ASI tidak begitu maksimal. Bayi juga sudah bisa ditinggal bekerja setelah usia bayi enam bulan. Kemudian keterikatan secara fisik antara ibu dan bayi sejak lahir sampai usia enam bulan akan juga terbangun lebih erat. Makanya waktu enam bulan cuti setelah melahirkan akan membangun kedekatannya secara fisik sebelum si ibu memulai bekerja diluar rumah. Serta memberikan keleluasaan bagi ibu selama cuti untuk lebih maksimal bersama buah hati tentunya.