SINTANG, SKR – Harjono Bejang, Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, mengungkapkan gambaran investasi di Kabupaten Sintang. Ia menyebut bahwa banyak permasalahan investasi di Kabupaten Sintang.
“Kami sudah membahas permasalahan perkebunan di Kabupaten Sintang. Total ada 46 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berinvestasi di Bumi Senentang. Mereka bernaung dalam 15 grup perusahaan induk termasuk Gunas, Julong, HPI Agro, Lyman dan lainnya. Dari 15 grup tersebut sudah kami rangkum persoalan-persoalan yang terjadi disetiap perusahaan. <asalah yang sudah dibahas diantaranya: pertama, terkait legalitas. Kedua mengenai pola kemitraan. Ketiga terkait Corporate Social Respensibility (CSR). Keempat, permasalahan lingkungan. Kelima, tanah kas desa (TKD). Keenam, terkait tenaga kerja,” beber Harjono Bejang.
Jadi, kata Harjono Bejang, enam masalah ini sudah diinventarisir oleh Komisi D DPRD Sintang. Apa yang disampaikan masyarakat petani plasma dengan berbagai permasalahan perkebunan kelapa sawit, sebenarnya sudah kami rangkum. Namun belum disampaikan ke pimpinan. Karena, apabila ada rekomendasi terkait permasalahan itu akan dikeluarkan oleh pimpinan.
“Di sini saya saya sampaikan gambaran umum mengenai proses investasi. Setelah ada informasi lahan di dalam legalitas, maka diberi izin lokasi. Jika dalam izin lokasi sudah ada kekeliruan oleh perusahaan, contohnya izin lokasinya 20 ribu, mereka boleh memperluas dalam tiga tahun apabila pembebasan lahan sudah 50 plus 1. Tapi, rata-rata 46 perusahaan di Sintang tidak mampu memenuhinya. Sehingga, kesimpulan sementara perpanjangan itu sudah gugur demi hukum. setelah keluar izin lokasi, barulah ada Izin Usaha Perkebunan (IUP). Jika semua itu sudah ada, baru bisa mengurus Hak Guna Usaha (HGU),” katanya.
Ia menegaskan IUP ini penting untuk mengetahui berapa plasma yang harus dibangun untuk petani. Jika lahanya 20 ribu hektar dengan pola kemitraan 8:2, maka kebun plasma yang harus ditanam adalah 4.000 hektar. Ini yang harus perusahaan tanam. Namun setelah diinventarisir, tidak ada satupun perusahaan yang mampu menyelesaikan pembangunan kebun plasma sesuai ketentuan. Paling hanya 1.000 hektar atau tidak menanam sama sekali. Inilah yang membuat masyarakat tidak mendapatkan hasil dari kebun plasma.
“Kemudian, perusahaan harus mengurus HGU. Paling tidak dalam lima tahun harus ada HGU. Jika tidak ada HGU yang dimaksud, perusahaan menggarap lahan tidak sah atau ilegal. Kenyataanya, dalam HGU banyak HGU masuk ke pemukiman, lapangan bola hingga tanah adat,” katanya.