SINTANG, SKR – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri mengungkapkan bahwa hingga saat ini kondisi infrastruktur di perbatasan masih rusak. Kondisi ini sejak lama dikeluhkan oleh masyarakat. Semua jalan yang ada di Ketungau bahkan dalam kondisi hancur. Saat ini kondisi jalan-jalan di Ketungau semuanya masih berupa tanah. Tidak ada jalan aspal.
“Untuk jalan paralel perbatasan, juga belum semuanya diaspal. Hanya spot-spot tertentu saja yang sudah mulus. Jadi sekarang ini jalan paralel sudah digunakan untuk angkutan produksi produk perkebunan kelapa sawit. Sekarang ada beberapa perusahaan yang menggunakan jalan ini untuk mengangkut CPO. Nah ini yang menghancurkan jalan. Masyarakat ingin perusahaan ikut berperan memperbaiki jalan tersebut agar mobilitas masyatakat lancar,” katanya.
Legislator Partai Hanura ini juga mengungkapkan banyaknya keluhan masyarakat terkait penanganan jalan yang rusak karena angkutan sawit milik perusahaan perkebunan. Pertanyaan masyarakat sangat jelas bahwa kita penghasil Crude Palm Oil atau CPO, penghasil buah sawit, tapi pembagian ke mereka tidak jelas. Bagian yang kita dapat adalah kerusakan jalan. Dengan adanya kondisi tersebut, kata Heri Jambri, yang jadi pertanyaan masyarakat adalah bagaimana tanggungjawab perusahaan terhadap jalan rusak tersebut. Sebab Kalau di sektor kehutanan kan sudah jelas pembagiannya. 40 persen dari dana Provisi Sumber Daya Hutan – Dana Reboisasi (PSHDR) dikembalikan ke daerah. Tapi di sektor perkebunan sawit ini belum jelas.
“Makanya saya meminta pemerintah khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia agar membuat aturan perundang undangan yang mengatur pembagian hasil. Sebagai kabupaten penghasil sawit dapat bagian berapa dari hasil produksi CPO Ini harus diperjelas, bukan hanya soal pola kemitraan saja. Jangan sampai masyarakat hanya kebagian jalan rusak saja sementara perusahaan mendapatkan manfaat dengan menghancurkan jalan,” tegas Heri Jambri.