SINTANG, SKR – Di Bumi Senentang, permasahan terkait investasi perkebunan kelapa sawit kerap muncul. Sebagian besar keluhan muncul dari petani plasma yang tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Seperti di Ketungau, Dedai, Kelam, dan banyak kecamatan lainnya.
Bagaimana tidak, dengan pola kemitraan 8:2, petani plasma kerap harus menanggung lagi banyak biaya terkait perawatan kebun sawit. Belum lagi, banyak kebun plasma tidak dirawat dengan baik. Saat ini, ada sejumlah persoalan investasi sedang dibahas oleh DPRD Sintang.
Salah satunya terkait permasalahan antara petani plasma dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) yang merupakan Hartono Plantation Indonesia (HPI Group) di Ketungau. Dalam kasus ini, petani plasma mempertanyakan selisih luas lahan plasma antara Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS), Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) dengan PT Hartono Plantation Indonesia (HPI Group).
“Dengan banyaknya perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang, saya mengingatkan masyarakat agar jangan sampai diadu domba oleh investor perkebunan kelapa sawit. Karena yang saya lihat, di masyarakat itu sendiri, masyarakat diadu domba oleh perusahaan. Kan ada yang pro perusahaan. Benar atau tidak. Itu benar,” katanya.
Dikatakan Heri Jambri, ucapannya tersebut bukannya tanpa dasar. Karena dirinya sudah berkeliling ke beberapa perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang. Bahkan hampir semua perkebunan sawit sudah didatanginya. Yang dirinya lihat di desa-desa, ada yang pro perusahaan. Ada juga yang tidak pro perusahaan. Ada juga diadu domba pihak perusahaan.
“ Nah sama halnya juga di tingkat kabupaten. Kami sama-sama di lembaga ini. Belum tentu kami sama bahasa. Tapi kami satu tujuan. Kami berada di lembaga ini tujuannya adalah bagaimana masyarakat itu sejahtera dengan adanya investasi. Oleh karena itu, ketika ada petani plasma yang mengadukan berbagai persoalan terkait investasi perkebunan sawit, upaya itu tidak akan sia-sia dan akan direspon oleh dewan,” katanya.