SINTANG, SKR.COM – Bupati Sintang yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yosepha Hasnah memimpin jalanya Rapat Fasilitasi dan Koordinasi Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sungai Kelik Kabupaten Sintang di Pendopo Bupati Sintang pada Selasa, 15 Desember 2020.
Rapat membahas permasalahan pembangunan PLBN Sungai Kelik tersebut dihadiri secara virtual oleh Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Diana Kusumastuti dan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Deva Kurniawan.
Turut hadir langsung di Pendopo Bupati Sintang Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Republik Indonesia Robert Simbolon beserta jajarannya, Wakil Ketua DPRD Sintang Heri Jambri, Dandim 1205 Sintang Letkol Eko Bintara Saktiawan, Kepala Bappeda Kabupaten Sintang Kartiyus, Kepala BPN Sintang Junaidi, Imigrasi Sanggau, Balai Karantina Hewan, Camat Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah serta tamu undangan lainnya.
Yosepha Hasnah menyampaikan semua pihak harus terus melakukan persiapan pembangunan PLBN Sungai Kelik Kabupaten Sintang.
“Beragam upaya yang sudah dilakukan banyak pihak untuk mewujudkan pembangunan PLBN Sungai Kelik. Beberapa yang sudah dilakukan diakhir tahun 2020 ini adalah selesainya pelaksanaan AMDAL, pengadaan tanah, perencanaan fasilitas pendukung lainnya. Pemkab Sintang mengucapkan terima kasih atas keseriusan BNPP dan Kementerian terkait untuk membangun PLBN ini. Kami sangat berharap pembangunan PLBN Sei Kelik berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemkab Sintang terus mendorong agar PLBN bisa terbangun fisiknya pada 2024 agar bisa membuka isolasi, meningkatkan akses infrastruktur dasar, kesejahteraan rakyat, dan meningkatnya sumber daya manusia yang akhirnya meningkatnya ekonomi dan daya saing bangsa” terang Yosepha Hasnah.
Dikatakan Hasnah, Kabupaten Sintang menjadi kabupaten terakhir di Kalimantan Barat yang membangun PLBN. Selain itu, jalan menuju kawasan perbatasan negara juga masih memprihatinkan. Namun, kami optimis bahwa kementerian selalu menjadikan Sintang sebagai prioritas dan keinginan kami akan terus diperjuangkan. Berdirinya PLBN Sungai Kelik kami harapkan menjadi tonggak awal perbaikan infrastruktur di perbatasan dan Kabupaten Sintang. Impian kami adalah memiliki infrastruktur jalan dan jembatan yang baik menuju kawasan perbatasan yang hampir seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Sementara itu, Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Diana Kusumastuti secara virtual menyampaikan 11 PLBN di Indonesia memang sudah diperintahkan untuk dipercepat pembangunannya dan salah satunya di Sungai Kelik.
“7 sudah selesai. Sungai Kelik masih dalam tahap perencanaan dan siap untuk dibangun jika tanah sudah siap. Luas tanah yang diperlukan adalah 25, 15 hektar dengan total luas bangunan 11.800 meter persegi untuk zona inti dan zona pendukung. Dalam membangun PLBN Sei Kelik ini kami selalu berkoordinasi dengan banyak pihak. Jika lahan sudah siap, kami akan segera mulai membangun fisik PLBN Sei Kelik” terangnya.
Lanjut Diana, lahan menjadi langkah awal yang penting. Tahapan pengadaan lahan akan dilanjutkan 2021, dan lokasi pembangunan PLBN Sei Kelik adalah Hutan Produksi Terbatas yang sudah dikelola oleh masyarakat setempat. Kami akan segera menyusun dokumen perencanaan dampak sosial. Isu strategis yang ada saat ini adalah terjadinya pergeseran patok lokasi pembangunan dari patok 499 ke 507 sehingga terjadi perubahan rencana detail tata ruang, akses menuju PLBN Sei Kelik yang belum layak sehingga akan memperlambat proses mobiliasi material dan orang. Tahun 2021 kami akan lelang proses pembangunan PLBN Sei Kelik sambil kita menyelesaikan pengadaan tanah.
Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Republik Indonesia, Robert Simbolon menyampaikan bahwa isu dalam pembangunan PLBN Sei Kelik adalah isu keterisolasian daerah.
“Kami ingin pemerintah tidak saja membangun fisik PLBN tetapi aspek lainnya. Seperti menjadikan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pintu gerbang dalam perdagangan antar negara. Kehadiran PLBN harus mampu menormalkan kehidupan di perbatasan sesuai kaidah di negara kita dan tetangga. Kita sudah menyelesaikan 3 PLBN di Kalbar, menyusul Jagoi Babang dan Sungai Kelik. Lima PLBN harus sama-sama maju dan berkembang. PLBN bukan saja menjadi pos lintas batas secara administrasi, tetapi ada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan aspek lain menjadi penting juga” terang Robert Simbolon.
“Kita terus berkoordinasi, menemukan apa saja masalah yang ada dalam pembangunan PLBN Sei Kelik ini dan mengatasinya. Kita akan mengadakan pertemuan sosek Negara Sarawak untuk memfinalkan lokasi yang sementara ini ada di Batu Lintang Sarawak yang jaraknya jauh sekitar 60 KM dari titik nol. Padahal menurut kami, Sei Kelik lebih tepat counterpart dengan Lacau karena lebih dekat. Mari kita laksanakan kebijakan strategis nasional yang benar dan baik. Soal kawasan hutan, kami sudah menyurati Kementerian LHK, agar diubah status hutan lokasi pembangunan PLBN Sei Kelik. Kami sudah mendorong agar Kementerian PUPR untuk merubah status jalan Sintang-Jasa menjadi jalan strategis nasional, saya tahu Bupati Sintang sudah kirim surat sebanyak 7 kali, tapi jangan pernah bosan memperjuangkan perubahan status jalan ini” tambah Robert Simbolon.
Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Kalimantan Barat, Deva Kurniawan menjelaskan pihaknya sudah mendesain PLBN Sei Kelik dengan tipe B lengkap dengan akses pendukung salah satunya pasar.
“Pengadaan tanah untuk pembangunan PLBN Sei Kelik, ada aktivitas masyarakat di lokasi pembangunan PLBN yang berstatus Hutan Produksi Terbatas. Pada minggu ini, Gubernur Kalbar akan mengeluarkan SK Penetapan Lokasi Pembangunan PLBN Sei Kelik. Proses pengadaan tanah memang tidak selesai tahun 2020 ini. Kami juga sudah ajukan ijin pinjam pakai ke Kementerian LHK untuk lokasi PLBN Sei Kelik” paparnya.
Junaidi Kepala BPN Sintang menyampaikan pergeseran titik nol dari 499 ke 507 sudah disampaikan ke Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia.
“Karena lokasi pembangunan PLBN Sei Kelik merupakan Hutan Produksi Terbatas maka kita tidak boleh memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang sudah mengelola tanah tersebut tetapi pemerintah memberikan tunjangan sosial kepada 19 masyarakat yang menggarap lahan lokasi PLBN Sei Kelik. Kita perlu mendorong Kementerian LHK untuk merubah status HPT menjadi HPL pada lokasi pembangunan PLBN Sei Kelik. Kami tidak akan mengeluarkan sertifikat hak atas tanah jika statusnya tidak diubah” terang Junaidi.
Chandra Wahyu Hidayat dari Kantor Imigrasi Sanggau menyampaikan soal belum disepakatinya titik counterpart dengan Malaysia agar segera diselesaikan.
“Dari titik nol ke Batu Lintang yang diinginkan Malaysia berjarak sekitar 60 KM, yang dari sisi imigrasi memiliki kerawanan. Ini harus diperhatikan dalam penetapan counterpart nantinya” harapnya.