JAKARTA, SKR.COM – Pemerintah menyebut selama ini subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) justru tidak tepat sasaran karena dinikmati oleh kalangan mampu. Data Kementerian Keuangan pun menyatakan hanya 5 persen subsidi bahan bakar Solar dan 20 persen subsidi bahan bakar Pertalite yang digunakan rumah tangga miskin. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengimbau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terus mengawal penyaluran berbagai subsidi dan bantuan sosial (bansos) agar semakin tepat sasaran.
“Banyak petani dan nelayan di daerah pemilihan (dapil) saya yang mengeluhkan sulitnya memperoleh BBM maupun pupuk bersubsidi. Belum lagi persoalan bansos yang sering tumpang tindih. Fakta lapangan ini tentu menjadi tugas besar bagi BPKP dan BPK untuk terus kawal perbaikan data, tata kelola, akuntabilitas, dan penyalurannya. Termasuk penyaluran bansos yang penting sebagai bantalan untuk lindungi daya beli masyarakat akibat penyesuaian tarif BBM,” ungkap Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI bersama BPK dan BPKP, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Menutup keterangannya, politisi Partai Golkar ini juga mendorong BPKP untuk terus mengawasi dan memeriksa pelaksanaan pembangunan infrastruktur publik khususnya di bidang pendidikan. “Saya juga mendorong BPKP untuk terus terjun ke lapangan melihat dan mengawasi pelaksanaan pembangunan di daerah. Terutama dalam hal pengawasan atas pembangunan sekolah,” tandas Putri.
“Karena dapil saya yang jaraknya hanya 2 jam dari Jakarta saja masih ditemukan kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan dan tidak layak. Makanya, BPKP harus pastikan anggaran pendidikan memang untuk menunjang kemajuan dunia pendidikan dan agar tidak disalahgunakan oknum tertentu,” sambung Puteri, yang merupakan legislator dapil Jawa Barat VII tersebut.
Pada kesempatan ini, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyatakan persoalan mengenai BBM bersubsidi maupun bantuan sosial dikarenakan masalah akurasi data penerima. “Jadi begitu Covid-19 tahun 2020 kemarin, kami memeriksa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Waktu itu hampir 50 persen datanya tumpang tindih dengan data desa. Tapi itu semua sudah diperbaiki. Walaupun pasti masih ditemukan data yang belum masuk. Makanya dibuka mekanisme untuk mendaftarkan itu di DTKS oleh Kemensos,” ungkap Yusuf.
Lebih lanjut, Yusuf juga mengusulkan agar skema subsidi pada BBM dilakukan langsung kepada pengguna, bukan lagi kepada barang. “Kalau ke barang ini kan siapa aja boleh ngambil. Data sekarang mungkin sudah akan dimulai menyasar ke orang. Pertamina juga sudah buat aplikasi dan sebagainya supaya lebih tepat sasaran,” ujar Yusuf.
Selain itu, Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif juga menegaskan bahwa BPK terus melakukan pemeriksaan terhadap anggaran untuk subsidi BBM dan bantuan sosial setiap tahun. “Untuk subsidi khususnya dalam rangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat. Khususnya untuk menghitung berapa beban subsidi yang seharusnya dibayar pemerintah kepada BUMN operator terkait,” ujar Bahtiar. (gal/sf)