SINTANG, SKR – Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sintang Kabupaten Sintang, Toni membandingkan harga sawit sebelum dan sesudah larangan ekspor CPO dicabut. Harga tandan buah segar atau TBS saat ekspor CPO dilarang mengalami penurunan sekitar 50 persen.
“Saat itu, harga TBS per kilogram sekitar Rp 2.280. Karena sudah ada Pergub yang mengatur soal harga TBS, di Sintang harganya paling rendah Rp 2.280 untuk petani yang tidak ada izin kebun. Untuk petani plasma, paling rendah Rp 3.628 per kilogram di PT Multi Prima Entakai,” ungkapnya.
Ia mengklaim harga itu dipathui oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang membeli TBS milik petani mandiri. Mereka mengikuti harga itu. Kalau seluruh Kalbar, semua harganya harus mengikuti ketentuan.
Memang diakui Toni pencabutan larangan ekspor Crude Palm Oil atau CPO mulai Senin 23 Mei 2022 lalu oleh Presiden Joko Widodo, tidak serta merta membuat harga tandan buah segar (TBS) yang sempat anjlok menjadi normal kembali, termasuk juga di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Namun, dengan dicabutnya larangan ekspor CPO, harga TBS ditingkat petani sudah mulai beranjak naik.
“Namun belum kembali normal seperti saat harganya masih tinggi sebelum ekspor CPO dilarang. Meski harga TBS belum kembali normal, kenaikan tetap kita syukuri,” katanya.
Ini juga jadi pelajaran berharga agar semua pihak, khususnya pengusaha-pengusaha yang diduga melanggar hukum terkait naiknya harga minyak goreng yang berimbas pada larangan ekspor CPO tersebut
Pelarangan ekspor CPO yang berdampak pada turunnya harga CPO tentu saja dikeluhkan oleh petani mandiri, khususnya di Kabupaten Sintang. Dengan adanya kondisi ini, Presiden meminta maaf dan juga berterima kasih pada petani sawit yang telah bersabar. “Ketika larangan ekspor CPO dicabut, petani sangat menyambut baik kebijakan itu. Sekarang harga TBS mulai beranjak baik. Semoga harganya naik lagi dan kembali seperti semula,” harapnya.