MELAWI, SKR.COM – Agar kedepan bisa melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), maka tahun ini Pemerintah akan memberikan bantuan perangkat computer kepada 11 sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Kami akan support pihak sekolah agar siap menyelenggarakan UNBK tahun depan. Khusus SMP 1 Kita bantu agar kedepannya mereka tak perlu lagi menumpang dalam pelaksanaan UNBK. Mengingat SMP 1 Nanga Pinoh ini kan sudah berakreditasi A dan juga menjadi sekolah rujukan,” terang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Melawi, Joko Wahyono, belum lama ini.
Lebih lanjut Joko menambahkan bantuan komputer ini didanai dari DAK 2017. Sementara dari APBD diharapkan bisa terrealisasi pada tahun anggaran mendatang. Disdikbud, kata Dia juga masih menyampaikan proposal pada pusat agar bisa mendapat tambahan pengadaan perangkat komputer untuk sekolah yang lain. “Karena kan pada 2019 semua sekolah diharapkan sudah seluruhnya UNBK. Maka perlu juga dukungan dari APBN,” ucapnya.
Namun, diakui Joko, listrik dan internet akan menjadi masalah, khususnya sekolah yang berada di kecamatan atau jauh dari ibukota kabupaten. Hal ini perlu adanya cita-cita bersama dari seluruh sektor untuk bersinergi menyediakan sarana pendukung pelaksanaan UNBK tersebut.
Kepala SMPN 1 Nanga Pinoh, Theresia Idayani mengungkapkan ada 303 siswanya yang mengikuti ujian nasional tahun ini. SMP 1 juga pertama kali menggelar UNBK, setelah setahun sebelumnya masih menggunakan pola lama, berbasis kertas dan pensil.
“Kita sebenarnya nekat saja menggelar UNBK tahun ini. Nyaris tidak siap bahkan. Tapi setelah banyak pertimbangan, ya akhirnya bisa juga. Karena mengingat kedepan kita juga harus melalui ini sesuai dengan instruksi kemendikbud dimana semua sekolah sudah UNBK pada 2019,” katanya.
SMPN 1 Nanga Pinoh sendiri menggelar UNBK sebanyak tiga sesi. Ada empat ruangan komputer yang dipergunakan, dimana dua ruangan masih menumpang pada SMKN 1 Nanga Pinoh karena alasan keterbatasan komputer.
“SMP ini baru punya 55 unit komputer. Seharusnya idealnya kita punya lebih dari 110 komputer mengingat jumlah perangkat minimal sepertiga dari siswa yang mengikuti UN. Hanya sesuai juknis, bila komputernya belum mencukupi, bisa menumpang ke sekolah lain yang kebetulan tak menggelar UNBK,” katanya.
Diakui Theresia, sekolahnya sebenarnya bisa saja menolak menggelar UNBK bila melihat berbagai persoalan yang ada. Namun ia berpikir, ditunda sampai kapanpun, UNBK tetap akan dijalani oleh sekolah.
“Ya keputusan menggelar UNBK sebenarnya bukan kebijakan populer bagi saja. Karena kami harus mengeluarkan uang tambahan untuk menyiapkan tiga unit server, membuat instalasi listrik. Kita saja menghabiskan dana komite sampai Rp. 50 juta untuk UNBK,” pungkasnya. (Edi)