SINTANG, SKR – Anggota Komisi D DPRD Sintang, Nekodimus mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada solusi dari pemerintah menyikapi tidak dibelinya CPO petani sawit mandiri. Menurut Nekodimus, dirinya sudah bertanya ke pabrik kelapa sawit, mereka bilang tidak ada solusi dari pemerintah. Mengenai alasan tidak lagi membeli TBS petani, perusahaan bilang CPO-nya menumpuk, penuh, tidak ada tempat penampungan lagi.
Oleh karena itu, Niko berharap larangan ekspor CPO atau crude palm oil dicabut oleh pemerintah pusat. Mengingat kebijakan tersebut membuat petani sawit semakin menderita karena tidak bisa lagi menjual tandan buah segar (TBS) ke pabrik. Ia menyebut keinginan petani sangat jelas yakni larangan eksor CPO dicabut. Supaya buah sawit petani bisa dijual. Sekarang kerugian petani betul-betul luar biasa
“Pemerintah pusat melarang ekspor CPO dan produk turunannya sejak 28 April 2022 lalu. Pemerintah beralasan, larangan ekspor CPO diberlakukan untuk menstabilkan harga minyak goreng yang meroket di dalam negeri. Namun faktanya, hingga saat saat kebijakan itu tak sepenuhnya menurunkan harga minyak goreng di pasaran. Ditambah lagi, paska larangan ekspor CPO diberlakukan, petani sawit mandiri kesulitan menjual TBS ke pabrik. Mereka tidak bisa mendapat penghasilan,” katanya.
Selain itu, banyak buah sawit juga terpaksa tidak dipanen dan membusuk di pohon karena tidak ada yang membeli. Misalnya, petani di daerah Ketungau Hilir yang bermitra dengan PT Cahaya Unggul Prima (PT CUP), kemudian daerah Sepauk-Tempunak, semua tidak bisa hidup sekarang karena buah tidak ada yang beli. Betul-betul menderita sekarang.
“Bukan buah sawitnya murah, tapi tidak ada yang beli. Oleh karena itu, ia meminta perusahaan tetap membeli TBS petani sawit mandiri. Kalaupun tutup, ya tutup semua. Sekarang mereka kan masih menerima buah kebun inti. Tapi, kita maunya bukan hanya buah inti. Tetapi buah petani mitra di sekitar perusahaan juga dibeli,” harapnya.