Perusahaan Lakukan Take Over Jangan Tinggalkan Masalah

oleh
oleh

MELAWI, SKR.COM – Ketua Komisi III DPRD Melawi, Malin, mengaku hawatir dengan dunia investasi di Kabupaten Melawi, terutama sekali dibidang usaha perkebunan kelapa sawit. Hak masyarakat belum terpenuhi, perusahaan sudah melakukan take over atau jual izin kepada perusahaan lain.
Malin mengatakan, mau take over atau jual izin boleh-boleh saja dilakukan. Hal itu sangat lumrah terjadi didunia investasi. “Hanya saja, yang terpenting hak-hak masyarakat dipenuhi dulu, hutang piutang dengan masyarakat diselesaikan,” ungkapnya ditemui, kemarin.

Menurutnya, kalau mau dijual atau take over, masalah yang ada diperusahaan diselesaikan dulu, jangan dijual bersama dengan masalahnya. Sebab manajemen yang baru belum tentu mau menyelesaikan masalah yang ditinggalkan oleh manajemen yang melakukan take over.

“Biasanya perusahaan yang dijual itu karena ada masakah, terutama masalah keuangan,” ujarnya.

Adapun yang tidak boleh itu, kata Malin, diperusahaan itu sudah punya masalah, lalu dilaporkan tidak ada masalah. Setelah itu langsung lari, ditinggalkannya masalah diperusahaanya, sehingga masyarakat diadu dengan pemerintah, diadu dengan aparat dan para pemimpinnya. Itu contoh ulah perusahaan-perusahaan nakal.

“Gilanya lagi,  mereka pura-pura rugi dan pura-pura bangkrut. Setelah ada masalah dia lari. Lalu kita disuruh cuci piring. Seperti yang dilakukan pihak PT Rafi Kamajaya Abadi,” bebernya.

Ibarat kata pepatah, kata Malin, perusahaan datang bawa madu, tapi setengah perlajannnya mereka meninggalkan empedu. Contohnya PT Rafi Kamajaya Abadi,  masalah belum selesai, kebun terlantar, mereka kabur dengan cara melakukan take over.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang seperti itu, dia menekankan kepada dinas terkait supaya melakukan evaluasi terhadap perusahaan perkebunan yang ada di Melawi ini, terutama yang menyangkut hak masyarakat seperti kebun plasma. Sebab berdasarkan informasi yang dia peroleh, belum semua perusaahaan sudah menyerahkan kebun plasma kepada masyarakat.

“Pemerintah harus patikan, masyarakat yang sudah menyerahkan lahan kepada perusahan harus mendapatkan kebun pelasma yang menjadi haknya,” pungkas. (Edi/DD)