SINTANG, SKR – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri menilai ada ketidakjujuran manajemen kebun dengan petani plasma terkait permasalahan antara koperasi di Ketungau Tengah dan Ketungau Hilir yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari grup Hartono Plantation Indonesia (HPI Group).
“Kenapa saya bilang ada ketidakjujuran, karena adanya perbadaan data kebun yang dipegang petani plasma dengan pihak perusahaan. Data yang kita dapat dari Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang berbeda dengan yang disampaikan oleh pihak koperasi dan masyarakat. Untuk itu kita harus pakai data yang riil, harus jelas semuanya,” tegas Heri Jambri.
Ia mengatakan, perbedaan data itu terungkat saat rapat kerja Komisi D DPRD Sintang membahas permasalahan petani plasma di Ketungau Tengah dan Ketungau Hilir dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari grup Hartono Plantation Indonesia (HPI Group). Contohnya bahwa ada selisih 500-an hektar, dimana Hak Guna Usaha (HGU) lebih besar dari lahan yang sudah ganti rugi tanam tumbuh (GRTT).
“Yang kita pertanyakan dari mana mereka dapat tanahnya. Kok bisa HGU bisa lebih besar dari GRTT yang sudah dibeli. Kondisi ini tentu saja berpengaruh dengan pembagian plasma. Mengingat pola kemitraan yang disepakati adalah 80:20. Makanya Saya menilai, dalam hal ini ada ketidakjujuran manajemen kebun dengan petani plasma,” ujar Heri Jambri.
Ditambah lagi, pihak perusahaan tidak memberikan lahan plasma yang produktif. Plasma justru di lahan yang tidak terurus. Kalau kondisinya seperti ini, bagaimana masyarakat bisa sejahtera. Sementara lahan pihak perusahaan subur-subur. Milik petani plasma malah lahan yang tidak menghasilkan. Sementara petani setiap bulannya harus membayar angsuran kredit ke bank.