MYANMAR, SKR.COM – 9 Oktober lalu konflik berdarah kembali dialami oleh suku Rohingya di Distrik Maungdaw Utara, Rakhine State, setelah 4 tahun yg lalu mereka mengalami situasi yg sama masih di negara bagian yg sama. Bahkan penderitaan mereka saat ini jauh lebih parah. Tentara Myanmar mengerahkan pasukan bersenjata lengkap didukung dengan kendaraan perang baik darat maupun udara. Dengan dalih untuk membasmi militan yg menyerang pos militer.
Sebagaimana penulis saksikan secara langsung ketika konflik awal terjadi pada tahun 2012, penindasan & diskriminasi yg mereka alami dilakukan secara sistematis baik dalam hubungannya dengan urusan kewarganegaraan yg tidak akui sejak Jendral Ne Win berkuasa hingga konflik secara horisontal yg menyebabkan mereka harus terusir dari tempat tinggalnya dan tidak sedikit diantara mereka harus menyabung nyawa melintasi samudera untuk menyelamatkan masa depannya.
Siapa pun kita, atas dasar kemanusiaan pasti merasakan pedihnya penderitaan mereka. Banyak diantaranya masyarakat baik Indonesia maupun belahan dunia lainnya mengulurkan bantuan untuk mereka. Mereka berlomba utk memberikan terbaik yg mereka bisa lakukan, baik finansial, doa bahkan menjadi relawan kemanusiaan yg terjun langsung menyalurkan bantuan kepada mereka.
Tapi saudaraku, perjalanan masih panjang untuk mengurangi beban penderitaan mereka. Perlu mengatur nafas dan energi agar semangat & daya tahan kita utk membantu mereka dapat berjangka panjang dan berkelanjutan. Dan tidak harus menunggu momentum saat kritis mereka.
Pengalaman PKPU selama 4 tahun (2012- sekarang) mendampingi mereka di wilayah pusat konflik pertama di Kota Sitwe, Rakhine State memberikan pengalaman berharga bahwa bantuan utk mereka tidak cukup hanya pada fase darurat saja tetapi juga pada fase recovery, agar mereka dapat bertahan di pengungsian dg sarana serba terbatas. Faktanya, bantuan yg didistribusikan pun makin terbatas seiring makin “sepinya” pemberitaan tentang keadaan mereka. Maka keperluan untuk membangun kolaborasi & sinergi dg berbagai pihak juga bagian dari strategi untuk “memperpanjang nafas” mengurangi penderitaan saudara kita Rohingya.(*)
Tomy, Pegiat Kemanusiaan PKPU, Nov 2016