MELAWI, SKR.COM – Budaya Robok-robok masih menjadi budaya yang terus dikembangkan. Di Melawi budaya tersebut masih terus berkembang, meskipun tidak dilaksanakan secara besar-besaran, namun di setiap desa masih melakukannya. Di dalam Nanga Pinoh yang menjadi pusat kota Melawi, juga masih melaksanakannya, seperti di setiap gang. Seperti yang dilaksanakan warga di Gang Abdul Manan.
Setiap rumah masing-masing membawa nasi lengkap dengan sayur dan lauk untuk berkumpul bersama di hamparan terpal di Jalan Gang. Sebelum makan bersama, tidak lupa dilakukan do’a bersama, sebagai wujud syukur kepada sang pencipta yakni Allah S.W.T.
Nurhanis Tototon, selaku orang tua di gang Abdul Manan yang mengetahui adat budaya. Tersebut mengatakan. Robok-robok dilakukan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar. Yang mana tujuannya lebih mempererat silaturahmi dan meningkatkan kebersamaan.
“Dari segi budaya, memang masuk dalam budaya Melayu,” ungkapnya saat ditemui usai makan bersama.
Di Gang Abdul Manan ini, lanjutnya, pasti tetap dilaksakan. Pelaksanaan robok-robok ini harus ditempat terbuka, yang mana menurutnya jika zaman dulu, robok-robok mulai dilakukan sejak pukul 06.00 WIB sampai menjelang ashar pukul 15.00 WIB.
“Kalau dirumah tak boleh. Adatnya memang seperti ini,” ujarnya.
Yang menarik, pada budaya ini setip rumah membawa makanan masing-masing dari rumah berupa nasi lengkap. Namun menurut Toton, zaman dulu budaya ini, selain memasak juga harus ditempat terbuka di tanah.
“Kalau dulu harus pakai kue-kue terutama kue apam ras, ini harus ada menurut adatnya,” ucapnya.
Tapi seiring berkembangnya zaman, kata Toton, sedikit demi sedikit ada yang berkurang. Seperti waktunya, tidak boleh masuk rumah dari pukul 06.00 WIB sampai bakda Ashar sudah tidak berlaku di dalam kota.
“Nah, begitu juga dengan membawa kue apam ras, juga sudah hilang sekarang ini. Bahkan makanan nasi lengkap dibawa dari rumah masing-masing, tidak seperti dulu masak bersama di tempat terbuka,” paparnya.
Menurut Toton, budaya robok-robok ini harus terus dikembangkan. Pemerintah juga mesti bisa melirik budaya ini untuk dibuat menjadi sebuah iven tahunan secara besar-besaran, seperti yang dilaksanakan Kabupaten Mempawah.
“Kalau dilakukan besar-besaran, kan selain budaya adat utamanya, juga bisa dilaksanakan pameran dan sebagainya. Tentu akan menarik wisatawan, seperti di Mempawah,” pungkasnya.(Irawan)