SINTANG, SKR.COM – Indonesia saat ini tidak hanya sebagai negara yang menjadi salah satu tempat peredaran narkoba bahkan ditemukan beberapa pabrik pembuatan narkoba. Ini menunjukkan bahwa begitu besarnya pasar narkoba di Indonesia.
Beberapa terjerumus sebagai pengguna karena faktor lingkungan dan pergaulan yang kurang tepat. Dampak dari narkoba justru sangat membahayakan karena dapat merusak kesehatan diri, ikatan sosial masyarakat, merusak masa depan dan generasi mendatang.
Banyak dari pengedar narkoba sudah tertangkap dan mendapatkan hukuman. Beberapa bahkan ada yang di hukum mati. Namun peredaran narkoba masih tetap banyak. Penjualan narkoba sepertinya begitu menguntungkan bagi sebagian orang sehingga rela melakukannya walaupun di ancam dengan hukuman berat. Lapas di Indonesia menjadi semakin penuh oleh pemakai dan pengedar narkoba yang juga mengkonsumsi narkoba.
Salah satu permasalahan peredaran narkoba adalah beredarnya narkoba di lembaga pemasyarakatan (lapas). Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Lapas itu pengawasannya ketat dan peredaran narkoba di lapas jelas kegiatan ilegal.
Namun yang perlu diperhatikan adalah lapas di Indonesia adalah salah satu pasar bagi pengedar narkoba. Pemakai narkoba banyak ditahan di lapas mereka rata-rata mempunyai uang. Realitanya saat tertangkap seringkali mereka belum dalam kondisi sembuh tapi masih ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba.
Olehkarenanya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Welbertus mengatakan, seringkali muncul kasus peredaran Narkoba dikendalikan Narapidana (Napi) yang notabene mendekam di balik jeruji Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan). Ini harus menjadi perhatian serius.
“Ini menyangkut sindikat. Harus dikaji betul bagaimana mengantisipasinya. Supaya tidak ada lagi Napi yang mengendalikan peredaran Narkoba,” kata Welbertus, kemarin.
Menurut Welbertus, alat komunikasi seperti Telepon Seluler (Ponsel) merupakan kunci utama sehingga para Napi Narkoba masih bisa mengendalikan jual beli barang haram tersebut. Lapas atau Rutan memiliki prosedur ketat terkait penggunaan Ponsel bagi penghuninya.
“Kalau masih ada yang menggunakannya, tentu memunculkan tanda tanya besar di masyarakat,” ucap Welbertus.
Para pengunjung saja, lanjut Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, mesti melalui serangkaian pemeriksaan dan dilarang keras membawa Ponsel atau handphone ketika menjenguk keluarganya yang terpidana.
“Lalu bagaimana bisa masih ada warga binaan itu menggunakan handphone. Olehkarenanya kita meminta ada pembenahan terkait pengawasan internal di lembaga tersebut,” kata Welbertus.
Tidak menutup kemungkinan para Napi kasus Narkoba itu dapat dengan leluasa menggunakan handphone untuk menghubungi sindikatnya yang masih bebas berkeliaran, lantaran kendornya pengawasan.
Pemeriksaan atau razia sel juga mesti rutin digelar. Sehingga Napi tidak mempunyai kesempatan untuk menyembunyikan handphone atau menghubungi siapapun diluar.
“Razia harus rutin digelar,” pungkasnya.